Rabu, 17 Oktober 2012

Salah Nalar



Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan.

Salah nalar dapat terjadi di dalam proses berpikir untuk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada gagasan, perkiraan atau cara penarikan kesimpulan.  Pada salah nalar kita tidak mengikuti tata cara pemikiran dengan tepat. Telaah atas kesalahan itu membantu kita menemukan logika yang tidak masuk akal dalam tulisan Salah nalar lebih dari kesalahan karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan emosi.

Salah nalar ada dua macam:
  1. Salah nalar induktif, berupa :
    1. kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas.
    2. kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat.
    3. kesalahan analogi.

  1. Kesalahan deduktif dapat disebabkan :
a.       kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi.
b.      kesalahan karena adanya term keempat.
c.       kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi.
d.      kesalahan karena adanya 2 premis negatif.

Jenis – jenis salah nalar 

1.      Deduksi yang Salah

Salah nalar yang amat lazim ialah simpulan yang salah dalam silogisme yang berpremis salah atau yang berpremis yang tidak memenuhi syarat.
Misalnya: Pengiriman manusia ke bulan hanya penghamburan. ( Premisnya: Semua eksperimen ke angkasa luar hanya penghamburan).

2.      Generalisasi yang Terlalu Luas

Salah nalar ini disebut juga induksi yang salah karena jumlah percontohnya yang terbatas tidak mamadai.
Misalnya : Orang Indonesia malas tetapi ramah. (Orang Indonesia ada yang malas dan ada juga yang tidak ramah).  

3.      Pemilihan terbatas pada dua alternatif

Salah nalar ini berpangkal pada keinginan pada keinginan untuk masalah yang rumit dari dua sudut pandang (yang bertentangan) saja. Isi pernyataan itu jika tidak baik, tentu buruk; jika tidak betul, tentu salah: jika tidak putih, tentu hitam.
Misalnya : Petani harus bersekolah supaya terampil. (Apakah untuk   menjadi terampil kita selalu harus bersekolah?)

4.      Salah Nilai atas Penyebaban

Generalisasi induktif sering disusun berdasarkan pengamatan sebab dan akibat, tetapi kita kadang-kadang tidak menilai dengan tepat sebab suatu peristiwa atau hasil kejadian. Khususnya dalam hal yang menyangkut manusia, penentuan sebab dan akibat sulit sifatnya. Salah nilai atas penyebab yang lazim terjadi ialah salah nalar yang disebut post hoc, ergo propter hoc ‘sesudah itu, maka karena itu’.
Misalnya : Swie King jadi juara karena doa kita. (Lawan Swie King tentu   juga didoakan para pendukungnya).

5.      Analogi yang Salah

Analogi adalah usaha perbandingan dan merupakan upaya yang berguna untuk mengembangkan penalaran. Namun, analogi tidak membuktikan apa-apa dan analogi yang salah dapat menyesatkan karena logikanya salah.
Misalnya : Rektor harus memimpin universitas seperti jenderal memimpin divisi. (Universitas itu bukan tentara dengan disiplin tentara).

6.      Penyimpangan Masalah

Salah nalar di sini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok, atau jika kita menukar pokok masalah dengan pokok yang lain, ataupun jika kita menyeleweng dari garis.
Misalnya : Program Keluarga Berencana tidak perlu karena tanah di Kalimantan masih kosong (Manusia tidak bisa hidup dengan hanya memiliki tanah).

7.      Pembenaran Masalah Lewat Pokok Sampingan

Salah nalar di sini muncul jika argumentasi menggunakan pokok yang tidak langsung berkaitan, atau yang remeh, untuk membenarkan pendiriannya. Misalnya, orang merasa kesalahannya dapat dibenarkan karena lawannya juga berbuat salah.
Misalnya : Saya boleh berkorupsi karena orang lain berkorupsi juga. (Korupsi dihalalkan karena banyaknya korupsi dimana-mana).

8.      Argumentasi ad hominem

Salah nalar terjadi jika kita dalam argumentasi melawan orangnya dan bukan persoalannya. Khususnya di bidang politik, argumentasi jenis ini banyak dipakai.
Misalnya: Ia tidak mungkin pemimpin yang baik karena kekayaannya berlimpah. (Yang dipersoalkan bukan kepemimpinannya)

9.      Imbauan pada Keahlian yang Disangsikan

Dalam pembahasan masalah, orang sering mengandalkan wibawa kalangan ahli untuk memperkuat argumentasinya. Mengutip pendapat seorang ahli sangat berguna walaupun kutipan itu tidak dapat membuktikan secara mutlak kebenaran pokok masalah. Misalnya : kita mengutip pendapat bintang film tentang pengembangan demokrasi.

10.  Non Sequitur

Dalam argumentasi, salah nalar ini mengambil simpulan berdasarkan premis yang tidak, atau hampir tidak, ada sangkut pautnya.
Misalnya : Partai Rakyat Madani paling banyak cendekiawannya; karena itu usul-usulnya paling bermutu. (Tidak ada korelasi antara kecendekiaan dan kepandaian merumuskan usul).


Sumber : vivi-ockta.blogspot.com/2012/03/salah-nalar.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar